Proses Pembuatan Topeng Malangan

1. Memilih Kayu yang Tepat

Kayu Sengon

Pembuatan topeng Malangan dimulai dengan pemilihan kayu, yang dibedakan berdasarkan tujuan pembuatannya. Untuk topeng souvenir, pengrajin menggunakan kayu sengon yang mudah ditemukan, murah, dan cepat dikerjakan. Topeng jenis ini bisa diselesaikan dalam waktu tiga hari.

Namun, untuk topeng yang digunakan dalam pertunjukan tari, kualitas kayu menjadi prioritas utama. Jenis kayu yang sering digunakan meliputi kayu kembang, nangka, pul, dingin, dan mentaos, dengan usia pohon minimal 40 tahun. Semakin tua usia kayu, semakin baik hasilnya. Kayu berkualitas ini sering berasal dari pohon yang tumbuh di tempat-tempat sakral seperti punden, yang dianggap memiliki nilai spiritual tinggi dan jarang ditebang.

Sebelum menebang pohon, pengrajin melakukan ritual tradisional yang disebut uger. Ritual ini melibatkan doa, dupa, bunga tiga warna, dan pasak bambu yang ditancapkan ke pohon. Jika pasak bambu tetap kokoh hingga keesokan hari, pohon dianggap telah memberikan izin untuk ditebang. Selain itu, pengrajin sangat berhati-hati dalam menentukan posisi kayu saat diolah agar sesuai dengan arah berdirinya pohon semasa hidup, demi menghindari kesalahan yang dapat membawa masalah pada topeng.

Meskipun topeng souvenir tidak memerlukan ritual khusus, pembuatan topeng tari tetap menjaga tradisi ini. Bahkan, kayu dari lokasi sakral biasanya tidak diperjualbelikan, melainkan digunakan sesuai tujuan ritual dan seni. Hal ini menegaskan bahwa setiap topeng bukan sekadar karya seni, tetapi juga simbol penghormatan terhadap alam dan leluhur.

2. Teknik Ukir dan Tradisi Pengrajin

Pembuatan topeng Malangan membutuhkan kayu dengan panjang sekitar 22 cm dan diameter 18–20 cm, cukup untuk membuat dua topeng. Proses awal dimulai dengan membelah kayu dan membentuknya menjadi segitiga yang disebut bakalan. Jumlah segitiga selalu ganjil, seperti satu atau tiga, sesuai dengan kepercayaan lokal.

Sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya, pengrajin biasanya berpuasa selama satu hari sebagai bentuk penguatan spiritual. Tahap selanjutnya adalah pembentukan karakter pada kayu, yang mencakup ukiran ragam hias. Tradisi Jawa mempengaruhi proses ini, misalnya membatasi jumlah ukiran per hari berdasarkan hitungan tertentu, seperti 18 ukiran pada hari Sabtu Paing.

Setelah ukiran dasar selesai, bentuk wajah mulai dipahat. Proses dimulai dari bagian hidung, kemudian mata dan mulut, diikuti dengan detail ornamen dan penghalusan menggunakan kertas gosok. Karakter topeng juga dibuat sesuai peran, misalnya tokoh antagonis memiliki mata besar dan melotot.

3. Pewarnaan dan Sentuhan Akhir

Proses Pembuatan Topeng Malangan

Proses akhir pembuatan topeng melibatkan pewarnaan. Untuk topeng souvenir, pengrajin melapisi permukaan dengan cat dasar sebelum pewarnaan akhir. Sementara itu, pembuatan topeng untuk pertunjukan tari melibatkan tradisi tambahan, seperti pemilihan hari baik untuk proses awal.

Setelah topeng selesai, pengrajin membawanya kembali ke tempat asal kayunya untuk menjalani ritual doa. Tradisi ini bertujuan memperkenalkan topeng sebagai “anggota keluarga baru” dan menyampaikan niat bahwa topeng tersebut akan digunakan untuk menari. Harapannya, topeng ini dapat membawa kebahagiaan bagi banyak orang.

Narasumber: Sanggar Asmorobangun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *